Sabtu, 11 April 2009

UURI No.9 Tahun 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2008

TENTANG

PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

DAN

LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa tujuan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

b. bahwa sebagai negara yang cinta damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan, Indonesia perlu menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan berbagai bangsa dan organisasi internasional dalam berbagai bidang kehidupan;

c. bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan mengaksesi Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Pemusnahannya, Indonesia, sebagai negara pihak berkewajiban melaksanakan berbagai ketentuan di bawah yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi;

d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan menggunakan bahan kimia dan produk industri hasil olahan bahan kimia di satu sisi bermanfaat untuk kehidupan manusia, tetapi di sisi lain sangat berbahayaapabila disalahgunakan sebagai senjata kimia;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3274);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3786);

4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bahan kimia adalah bahan kimia yang tercantum dalam daftar (schedule) dalam kaitannya dengan Konvensi Senjata Kimia dan bahan kimia organik diskret nondaftar.

2. Konvensi Senjata Kimia adalah perjanjian internasional di bidang perlucutan senjata yang melarang pengembangan, produksi, penyimpanan, pentransferan, dan penggunaan senjata kimia serta pemusnahannya.

3. Bahan Kimia Daftar 1 adalah bahan kimia yang bersifat sangat beracun dan mematikan yang dikembangkan, diproduksi, dan digunakan hanya sebagai senjata kimia.

4. Bahan Kimia Daftar 2 adalah bahan kimia kunci untuk pembuatan senjata kimia (prekursor), tetapi memiliki kegunaan komersial.

5. Bahan Kimia Daftar 3 adalah bahan kimia yang dapat diproduksi menjadi senjata kimia (prekursor), tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan komersial.

6. Bahan kimia organik diskret nondaftar (discrete organic chemicals/DOC) adalah bahan kimia yang tidak termasuk dalam Bahan Kimia Daftar 1, 2, dan 3, tetapi merupakan

7. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat.

8. Bahan kimia organik diskret nondaftar PSF (DOC-PSF) adalah DOC yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.Senjata kimia adalah suatu bahan dan/atau alat peralatan yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri meliputi:

a. bahan kimia beracun serta prekursornya sesuai dengan bahan kimia daftar, kecuali untuk keperluan atau tujuan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang ini;

b. amunisi dan alat peralatan yang secara khusus dirancang untuk menyebabkan kematian atau menimbulkan bahaya melalui sifat beracun dari bahan kimia sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau

c. setiap perlengkapan yang secara khusus dirancang untuk digunakan secara langsung berkaitan dengan digunakannya amunisi dan alat peralatan sebagaimana dimaksud pada huruf b.

9. Bahan kimia beracun (toxic chemicals) adalah setiap bahan kimia yang karena pengaruh kimianya terhadap proses kehidupan dapat menyebabkan kematian, cacat sementara, atau bahaya permanen pada manusia atau binatang.

10. Prekursor adalah komponen asal dan/atau bahan penimbul reaksi kimia yang berperan dalam setiap tahap produksi bahan kimia beracun dengan cara apa pun.

11. Transfer adalah kegiatan memindahkan barang secara fisik dari suatu lokasi ke lokasi lain dan/atau pengalihan kepemilikan dari suatu pihak kepada pihak lain.

12. Sertifikat pengguna akhir adalah dokumen jaminan dari pemerintah negara bukan pihak terhadap importasi dan penggunaan bahan kimia daftar.

13. Deklarasi adalah pernyataan terhadap produksi, kepemilikan, dan penggunaan atas jenis dan jumlah bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar sesuai dengan Undang-Undang ini.

14. Inspeksi adalah pelaksanaan verifikasi, yaitu melakukan pemeriksaan langsung di lapangan terhadap deklarasi yang dinyatakan oleh negara pihak.

15. Negara pihak adalah negara yang telah meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan telah menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

16. Negara bukan pihak adalah negara yang belum atau tidak meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan belum menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrument akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

17. Otoritas Nasional adalah Otoritas Nasional Senjata Kimia yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini.

18. Importir adalah setiap orang yang memasukkan bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar dari luar negeri.

19. Tim Inspeksi Internasional adalah tim yang ditugasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization for The Prohibition of Chemical Weapons/OPCW) untuk melakukan verifikasi atas deklarasi.

20. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

21. Korporasi adalah kegiatan usaha yang berbentuk badan usaha dan badan hukum.

22. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Pasal 2

(1). Pengaturan mengenai penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dilakukan dengan memperhatikan prinsip keselamatan, keamanan, pemanfaatan, dan keseimbangan.

(2). Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia.

Pasal 3

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dan penggunaan senjata kimia di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.

BAB II

PENGGOLONGAN DAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

Bagian Kesatu

Penggolongan Bahan Kimia

Pasal 4

Bahan kimia terdiri atas:

a. bahan kimia daftar; dan

b. bahan kimia organik diskret nondaftar.

Pasal 5

(1). Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:

a. Bahan Kimia Daftar 1;

b. Bahan Kimia Daftar 2; dan

c. Bahan Kimia Daftar 3.

(2). Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan daftar tetap bahan kimia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang- Undang ini.

(3). Daftar tetap bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperinci dan/atau ditambah dalam daftar tersendiri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6

(1). Bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diidentifikasi dari nama kimia, rumus bangun, atau sistem penomoran khusus (chemical abstract services number), yang terdiri atas:

a. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat;dan

b. senyawa sebagaimana dimaksud pada huruf a. yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.

(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai perincian bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

Penggunaan Bahan Kimia

Pasal 7

(1). Setiap orang yang memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 atau Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib memiliki izin.

(2). Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khususnya dengan Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3, dilakukan hanya untuk kepentingan:

a. industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi, atau tujuan damai lainnya;

b. perlindungan, yaitu untuk tujuan yang berkaitan langsung dengan perlindungan menghadapi bahan kimia beracun atau menghadapi senjata kimia;

c. pertahanan yang tidak berkaitan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung pada penggunaan bahan kimia beracun yang digunakan sebagai metodeperang; atau

d. penegakan hukum, termasuk di dalamnya untuk mengatasi kerusuhan di dalam negeri.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1). Setiap orang yang mentransfer Bahan Kimia Daftar 3 kepada negara bukan pihak wajib mendapatkan sertifikat pengguna akhir terlebih dahulu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah negara bukan pihak.

(2). Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:

a. produk yang mengandung kurang dari 30% (tiga puluh persen) Bahan Kimia Daftar 3; dan

b. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumen yang dikemas untuk penjualan eceran yang digunakan untuk keperluan pribadi atau yang dikemas untuk keperluan perseorangan.

(3). Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

a. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 hanya akan digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang;

b. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 tidak akan ditransfer kembali kepada pihak lain;

c. jenis dan jumlah Bahan Kimia Daftar 3 yang diterima oleh pengguna terakhir;

d. penggunaan akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang akan ditransfer; dan

e. nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3.

(4). Dalam hal importir dari negara bukan pihak dan bukan pengguna akhir, importir yang bersangkutan wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang dimaksud.

Pasal 9

(1). Setiap orang yang membuat, memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib menyampaikan laporan sekurangkurangnya sekali dalam satu tahun kepada Menteri.

(2). Setiap orang yang memproduksi bahan kimia organic diskret nondaftar dengan batasan jumlah yang harus dideklarasikan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.

(3). Setiap orang yang mempunyai fasilitas pabrik yang memproduksi Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, Bahan Kimia Daftar 3, dan bahan kimia organik diskret nondaftar wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10

(1). Dalam hal pelaku kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berbentuk korporasi, laporan yang disampaikan wajib ditandatangani oleh pengurus korporasi yang bersangkutan.

(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

Dalam hal bagian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 yang menurut sifat isinya terbatas wajib dilindungi dan dijaga kerahasiaannya.

BAB III

LARANGAN

Pasal 12

(1). Setiap orang dilarang:

a. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 kepada Negara bukan pihak, baik dari dalam wilayah Indonesia maupun dari luar wilayah Indonesia;

b. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke wilayah hokum negara Indonesia;

c. memproduksi, memiliki, menyimpan, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 di dalam dan di luar wilayah Indonesia;

d. mentransfer kembali Bahan Kimia Daftar 1 ke Negara lain; dan/atau

e. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke negara pihak tanpa memberikan notifikasi kepada Otoritas Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum transfer dilakukan.

(2). Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(3). Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi setiap orang yang mentransfer saksitoksin tidak lebih dari 5 (lima) mg untuk kebutuhan medis dan diagnostik dengan kewajiban tetap memberikan notifikasi kepada negara pihak selambat-lambatnya pada hari transfer.

Pasal 13

(1). Setiap orang dilarang mentransfer Bahan Kimia Daftar 2 atau produk yang mengandung Bahan Kimia Daftar 2 dari dan/atau ke negara bukan pihak.

(2). Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. produk yang mengandung paling banyak 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A;

b. produk yang mengandung paling banyak 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B; atau

c. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari.

Pasal 14

Setiap orang dilarang :

a. mengembangkan, memproduksi, memperoleh, dan/atau menyimpan senjata kimia;

b. mentransfer, baik langsung maupun tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun;

c. menggunakan senjata kimia;

d. melibatkan diri pada persiapan militer untuk menggunakan senjata kimia; atau

e. melibatkan diri, membantu dan/atau membujuk orang lain dengan cara apa pun dalam kegiatan yang dilarangUndang-Undang ini.

Pasal 15

Senjata kimia yang dikembangkan, diproduksi, dimiliki, disimpan, dikuasai, atau ditransfer secara melawan hokum disita dan/atau dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

BAB IV

OTORITAS NASIONAL DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Bagian Kesatu

Otoritas Nasional

Pasal 16

(1). Untuk mewakili negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Otoritas Nasional.

(2). Otoritas Nasional bertugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional dan/atau negara pihak.

(3). Otoritas Nasional berwenang menetapkan kebijakan nasional untuk melaksanakan Undang-Undang ini.

Pasal 17

(1). Otoritas Nasional diketuai oleh Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(2). Keanggotaan Otoritas Nasional terdiri atas perwakilan instansi pemerintah terkait.

(3). Susunan keanggotaan Otoritas Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

(4). Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas Nasional, dibentuk Sekretariat Otoritas Nasional.

(5). Sekretariat Otoritas Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18

Biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan wewenang organisasi, serta biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua

Kerja Sama Internasional

Pasal 20

(1). Pemerintah Indonesia dapat mengadakan kerja sama dengan negara pihak dan organisasi internasional dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang ini.

(2). Koordinasi dalam penyelenggaraan kerja sama internasional dilakukan oleh Otoritas Nasional.

Pasal 21

(1). Pemerintah Indonesia menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi.

(2). Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Inspeksi Internasional wajib didampingi oleh Tim Inspeksi Nasional yang ditunjuk oleh Otoritas Nasional.

BAB V

KETENTUAN PIDANA

Pasal 22

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 23

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 24

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 25

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 26

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 27

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 28

Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27.

Pasal 29

(1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3). Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

Pasal 30

Selain dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. perampasan bahan, alat, dan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana;

b. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau

c. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 49

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Tidak ada komentar: